“Sebuah malapetaka manakala seseorang butuh makan namun ia tidak mendapati makanan untuk ia makan, bahkan lebih celaka lagi jika seseorang yang tidak mendapati makanan untuk ia makan, namun orang lain membuang makanan ke tempat sampah. Kita dapat menyaksikan pada realitas hidup, ada orang sakit perut karena kelaparan ('aḍ-ḍatul jū'), namun di sisi lain ada juga orang sakit perut karena kekenyangan, terlalu banyak makan (zaḥmah al-tukhmah).”

 

Kota Surakarta – Tentu saja kebutuhan manusia terhadap pangan merupakan kebutuhan asasi yang harus dipenuhi, karena Tuhan menciptakan manusia dengan kebutuhannya terhadap pangan. Sebuah kebutuhan yang menjadi bawaan manusia (ḥājah garīziyah) untuk memenuhi kebutuhan pangannya, makan dan minum yang sehat dan baik untuk tubuh dan keberlangsungan hidupnya.

 

Allah, Swt., berfirman dalam Q.S Al-Anbiya Ayat 8, “Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.”

 

Para Nabi-nabi terdahulu tidak diciptakan berbeda atau bertentangan dengan tabiat manusia, yang tidak membutuhkan makan dan minum, mereka tidak kekal abadi.

 

Dan Allah, Swt., tidak menjadikan Rasul-rasul sebelum Muhammad, Saw., berbeda dari tabiat manusia, yang tidak membutuhkan makanan dan minuman. Dan mereka tidak kekal abadi yang tidak akan mati. Bahwa watak dasar manusia hidup butuh makan dan minum. Kebutuhan manusia akan makan dan minum merupakan kebutuhan yang paling pokok dan mendasar untuk keberlangsungan hidupnya. Selama manusia butuh makan dan minum, maka kebutuhan itu harus dipenuhi. Sehingga kebutuhan pangan menjadi aman, orang tidak lagi khawatir untuk tidak makan.

 

Islam memperjuangkan kondisi aman, aman merupakan nikmat dan berkah yang agung, aman merupakan salah satu kekhususan surga. Di surga kelak penghuninya tidak ada rasa takut dan khawatir, betul-betul aman.

 

"(Dikatakan kepada mereka): "Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman."  (QS. Al-Hijr Ayat 46)

 

Aman di sini mencakup aman dari sisi kesehatan, artinya jika manusia sakit membutuhkan obat, maka ketersediaan obat-obatan dan kelengkapan pengobatannya harus tercukupi atau aman. Aman dari sisi politik, artinya setiap manusia aman dalam mendapatkan hak-hak dan kebebasan politiknya. Aman atau tercukupi kebutuhan pangannya, artinya manusia adalah makhluk yang secara kodratnya makan dan minum untuk melangsungkan hidupnya, jadi kebutuhan terhadap makanan dan minuman harus tercukupi.

 

Sebuah malapetaka manakala seseorang butuh makan namun ia tidak mendapati makanan untuk ia makan, bahkan lebih celaka lagi jika seseorang yang tidak mendapati makanan untuk ia makan, namun orang lain membuang makanan ke tempat sampah. Kita dapat menyaksikan pada realitas hidup, ada orang sakit perut karena kelaparan ('aḍ-ḍatul jū'), namun di sisi lain ada juga orang sakit perut karena kekenyangan, terlalu banyak makan (zaḥmah al-tukhmah).

 

Hal di atas sebab buruknya pemerataan dan kezaliman sosial yang terjadi. Oleh sebab itu Islam amat sangat memperhatikan soal keamanan terhadap pangan ini, atau soal ketahanan pangan. Islam tidak mentolerir kezaliman sosial dan tidak meratanya kebutuhan dan akses untuk hidup layak, maka Islam menyeru agar memberikan makanan kepada setiap orang yang kelaparan, memberi pekerjaan kepada yang menganggur, mengobati setiap yang sakit, dan lain sebagainya. Hal demikian agar manusia itu menjadi manusia atau makhluk yang terhormat seutuhnya.

 

Oleh sebab itu, persoalan tentang ketersediaan makanan atau pangan untuk tubuh adalah salah satu terma dalam kata "aman" yang diperjuangkan oleh Islam. 

 

Ketersediaan makanan merupakan salah satu pilar kehidupan yang stabil. Nabi Ibrahim, As., berdoa kepada Allah, Swt., “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. (QS. Al-Baqarah Ayat 126)

 

 

Rasulullah, Saw., bersabda: “Barangsiapa di antara kalian yang memasuki waktu pagi hari dalam keadaan aman pada dirinya, sehat jasmaninya dan dia memiliki makanan pada hari itu, maka seolah oleh dia diberi dunia dengan berbagai kenikmatannya.” (HR. Al-Bukhari)

 

Salah satu nikmat Allah, Swt., yang paling agung untuk hamba-hambaNya setelah nikmat iman adalah nikmat rasa aman. Orang akan kehilangan nikmatnya hidup jika ia tak dapat merasakan aman. Aman di sini mencakup, aman kesehatannya, aman kebutuhan politiknya, aman kebutuhan pangannya dan lain sebagainya.

 

Manhaj atau cara hidup Islam memiliki pendekatan yang seimbang atau mutawāzin untuk memanajemen makanan dan mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan. Pendekatan ini mencakup banyak perspektif mulai dari sosial, spiritual, sumber daya, keamanan, dan yang terkait dengan kelembagaan atau pemerintah. Bilamana harmonisasi antara perintah Allah dan perilaku Muslim itu dipertahankan, baik di dalam atau di luar negara Islam, ketahanan pangan akan terwujud, berhasil, dan berkelanjutan, terlepas dari waktu atau ruang.

 

Dalam perspektif negeri Muslim, struktur kelembagaan untuk mempertahankan harmonisasi ini berkenaan dengan manajemen ketahanan pangan, dan amat erat kaitannya dengan tiga departemen atau kementerian yang saling berhubungan serta bertanggung jawab untuk administrasi dan tugas yang saling terkait, diantaranya Departemen Keuangan, Departemen Cadangan Makanan (Kementerian Pertahanan, red) dan Departemen Sosial.

 

Tiga departemen di atas akan diatur oleh Dewan Konsultan Muslim. Dewan inilah yang akan membicarakan secara menyeluruh dari sudut pandang kaca mata Islam tentang keamanan pangan dan implikasi terkait yang disajikan termasuk aturan dan spesifikasi utama, aspek administrasi yang diperlukan, prosedur yang digunakan dan petunjuk arah untuk pengembangan dan perencanaan yang tepat.

 

Masalah keamanan pangan terkait erat dengan ketahanan pangan. Hal ini diwahyuartikan sebagai kondisi dimana makanan tersedia untuk semua anggota masyarakat, kualitas yang aman dapat diterima dan tidak menyebabkan penyakit atau toksisitas, mempertahankan distribusi dengan harga/biaya yang terjangkau oleh semua orang di setiap saat. Upaya bersama sangat diperlukan di bidang ketahanan pangan untuk melawan penyakit kemiskinan dan kekurangan gizi. Dalam Islam, perjuangan tersebut tercermin jelas dalam praktik zakat dan sedekah, serta dalam institusi awqāf (wakaf). Selain itu, dalam banyak letarasi dan catatan sejarah Nabi, Saw., mendesak umat Islam untuk memberikan makanan kepada orang-orang miskin.

 

Sejak awal sejarah peradaban manusia, masalah keamanan pangan telah menjadi perhatian seluruh umat manusia di dunia. Bagi umat Islam, ada masalah lain yang mesti ditangani, makanan yang aman juga harus halal, karena mereka hidup di bawah naungan syariat atau payung hukum Islam.

 

Penting untuk dicatat konsep perubahan dalam Islam bahwa Allah tidak mengubah kondisi suatu kaum (termasuk ketersediaan dan ketahanan pangan) sampai mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri, yaitu perilaku dan kepatuhan mereka terhadap Al-Quran. Oleh sebab itu, manajemen ketahanan pangan dalam Islam harus dipikirkan, dilembagakan, dimanajemen, dan diimplementasikan dengan baik dan sepenuhnya. Qura'n berisi semua rincian manajemen yang diperlukan, aturan dan aspek kehidupan manusia dan semua hal yang terkait. Islam bicara tentang nilai, bahkan orang yang mendustakan agama ialah mereka yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang-orang miskin. 

 

“ Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS. Quraisy Ayat 4)

 

Yakni Allah memberi mereka orang-orang Arab makanan dengan perjalanan di dua musim, sehingga Allah menyelamatkan mereka dari kelaparan yang terjadi sebelum perjalanan tersebut. Dahulu orang-orang Arab saling menyerang dan menawan, namun kaum Quraisy terbebas dari hal ini karena mereka tinggal di sekitar Baitul Haram. Dan Allah juga telah memberi mereka keamanan dari serangan pasukan gajah.

 

Pada intinya, penulis ingin garis bawahi soal ketahanan pangan adalah kunci keamanan nasional. Jika ketahanan pangan tidak dicukupi, masalah perut rakyat tidak dipenuhi, maka dampaknya keamanan nasional bisa terganggu.

 

Masalah ketahanan pangan ini adalah masalah yang amat penting. Karena martabat bangsa, pemeliharaan kesatuannya didasarkan pada kecukupan mereka untuk menghasilkan makanan, obat-obatan, dan senjata, jika tidak, orang lain akan mengendalikan mereka dan ikut campur dalam keputusan dan kebijakan mereka.

 

 

Sebuah catatan yang penulis hadirkan, bahwa ketidakmungkinan negara-negara Muslim mengamankan kebutuhan makanan mereka dari sumber daya lokal mereka disebabkan oleh keterlibatan dan kendali pihak luar dalam urusan penyediaan makanan yang dibutuhkan, yang sangat mungkin penggunaan makanan sebagai senjata ekonomi atau politik.

 

Akhirnya penulis mohon kepada para pemimpin untuk bersatu menyamakan persepsi, memulihkan ekonomi, membangun persatuan yang terintegrasi, memberdayakan sektor pertanian dan makanan, mengasah belas kasih untuk orang-orang miskin dan lemah. Karena kejayaan sebuah negara ada pada keberpihakannya kepada orang-orang lemah.

 

Sekian dan semoga bermanfaat. Wa Allāhu a’lam wa a’lā.

Written by:  Al Faqīr ilā Allāh Ta'ālā, Muh. Thoriq Aziz Kusuma

Share:
admin@ecomasjid.id