A. Pendahuluan Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki 17.000 lebih pulau dengan garis pantai mencapai 95.000 km dan wilayah laut seluas 3,25 juta km² yang menjadi pusat keanekaragaman hayati laut global. Ekosistem pesisirnya yang mencakup terumbu karang, mangrove, dan lamun berperan vital bagi ketahanan pangan, perekonomian nasional, dan mitigasi perubahan iklim. Pada 9 November 2024, Indonesia dan Tiongkok menandatangani kerja sama Blue Economy yang fokus pada hilirisasi produk kelautan (pengolahan seafood dan biofarmasi), Industri galangan kapal, Transportasi maritim, Pembangunan Pelabuhan, Pariwisata Bahari, Energi bersih dan transmisi antar pulau. Kerja sama strategis ini diharapkan dapat mendorong percepatan inovasi dan pembangunan berkelanjutan sektor ekonomi biru nasional. Sebagai jantung Coral Triangle yang menaungi 76% spesies karang dunia, Indonesia memegang peran krusial sebagai pusat keanekaragaman hayati laut global. Ekosistem unik ini tidak sekedar menjadi rumah bagi beragam biota laut, melainkan juga tulang punggung perekonomian masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada sektor kelautan dan pariwisata bahari. Meskipun memiliki kekayaan laut yang luar biasa, kondisi terumbu karang Indonesia semakin memprihatinkan. Menurut National Geographic (2023), lebih dari 30% terumbu karang pesisir Indonesia berada dalam kondisi buruk akibat berbagai faktor, termasuk: 1. Overfishing dan Penangkapan Ikan Destruktif o Praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan, seperti penggunaan bom ikan dan potasium, telah merusak struktur terumbu karang. o Penangkapan berlebihan (overfishing) mengganggu keseimbangan ekosistem, mengurangi populasi ikan karang yang berperan dalam menjaga kesehatan terumbu. 2. Polusi Laut dan Sedimentasi o Limbah industri, sampah plastik, dan runoff dari pertanian mencemari perairan pesisir. o Sedimentasi akibat deforestasi dan pembangunan infrastruktur pesisir mengurangi penetrasi cahaya matahari, menghambat pertumbuhan karang. 3. Perubahan Iklim dan Pemutihan Karang (Coral Bleaching) o Kenaikan suhu laut akibat perubahan iklim memicu pemutihan karang (coral bleaching), di mana karang kehilangan alga simbiotik (zooxanthellae) yang menjadi sumber nutrisinya. o Laporan World Bank (2023) menunjukkan bahwa fenomena El Niño dan pemanasan global telah mempercepat kerusakan terumbu karang di seluruh Indonesia. B. Dampak Ekonomi dan Sosial Degradasi Terumbu Karang Kerusakan terumbu karang tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga memiliki dampak ekonomi dan sosial yang serius: 1. Ancaman terhadap Mata Pencaharian Nelayan • Lebih dari 3 juta nelayan tradisional bergantung pada ekosistem terumbu karang untuk menangkap ikan. • Degradasi terumbu karang mengurangi stok ikan, mengancam ketahanan pangan dan pendapatan masyarakat pesisir. 2. Kerugian Ekonomi dari Sektor Pariwisata • Industri pariwisata bahari Indonesia bernilai sekitar Rp 150 triliun per tahun (World Bank, 2023). • Destinasi seperti Raja Ampat, Bunaken, dan Wakatobi mengandalkan terumbu karang sebagai daya tarik utama. Jika kerusakan terus berlanjut, pendapatan dari wisatawan mancanegara bisa merosot drastis. 3. Meningkatnya Kerentanan terhadap Bencana Alam • Terumbu karang berfungsi sebagai pelindung alami pantai dari gelombang besar dan tsunami. • Hutan mangrove dan padang lamun juga mengalami degradasi, mengurangi kemampuan alamiah pesisir dalam menahan abrasi dan badai. • Laporan NOAA (2023) menyebutkan bahwa hilangnya terumbu karang meningkatkan risiko kerusakan infrastruktur pesisir akibat badai dan kenaikan permukaan laut. Selain nilai ekonominya, terumbu karang juga berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim melalui: • Penyerapan karbon biru (blue carbon) oleh ekosistem pesisir seperti mangrove dan lamun. • Pelindung alami dari dampak kenaikan permukaan laut. • Penyangga keanekaragaman hayati laut yang mendukung rantai makanan global. Dengan tingkat kerusakan yang kian mengkhawatirkan, diperlukan pendekatan baru yang menggabungkan: • Pendanaan berkelanjutan melalui instrumen keuangan syariah seperti Cash Waqf-Linked Sukuk dan Green Zakat. • Kolaborasi multipihak, pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat lokal. • Restorasi berbasis sains, replantasi karang, pengawasan illegal fishing, dan pengendalian polusi. Jika tidak ada tindakan segera, Indonesia berisiko kehilangan salah satu aset terpentingnya—baik dari segi ekologi maupun ekonomi. Oleh karena itu, Blue Waqf dapat menjadi solusi strategis untuk memastikan bahwa terumbu karang Indonesia tetap lestari bagi generasi mendatang. C. Peran Keuangan Syariah Dalam dalam konservasi ekosistem pesisir dan terumbu karang, instrumen keuangan syariah seperti Wakaf, Sukuk, dan Zakat dapat menjadi solusi inovatif untuk mendanai restorasi ekosistem pesisir. Blue Waqf Framework adalah sebuah pendekatan yang menggabungkan: 1. Cash Waqf-Linked Sukuk: instrumen investasi hibrida yang menggabungkan prinsip wakaf uang dengan sukuk (obligasi syariah). Sukuk berbasis wakaf yang mengalokasikan dana untuk proyek konservasi laut. CWLS meraih ISDB Prize Award atas inovasi keuangan syariah yang gabungkan wakaf dan sukuk untuk pembangunan berkelanjutan. 2. Green Zakat: Distribusi zakat yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memberdayakan mustahik (penerima zakat) melalui berbagai program ekonomi berkelanjutan. Pendistribusian zakat untuk program rehabilitasi terumbu karang dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Skema ini selaras dengan prinsip Maqasid al-Shariah (tujuan syariah) yang menekankan perlindungan lingkungan (hifz al-bi’ah) dan keadilan sosial. Integrasi Waqf, Sukuk, dan Green Zakat dalam Blue Waqf Framework 1. Cash Waqf-Linked Sukuk • Sukuk ini menerima investasi dari wakaf tunai (cash waqf) yang dialokasikan untuk proyek konservasi. • Contoh: "Coral Reef Sukuk" (mirip dengan Indonesia Coral Bonds, tetapi sesuai prinsip syariah). 2. Green Zakat • Zakat dikelola untuk program: o Replantasi terumbu karang. o Pelatihan nelayan ramah lingkungan. o Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Struktur Coral Reef Sukuk dalam Blue Waqf Berikut contoh struktur sukuk untuk konservasi terumbu karang: Komponen Deskripsi Issuer Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Kelautan & Perikanan bekerja sama dengan Bank Syariah. Tenor 5-10 tahun (jangka menengah-panjang). Underlying Asset Proyek rehabilitasi terumbu karang dan pembangunan infrastruktur ekowisata. Skema Pembiayaan Sukuk Ijarah (sewa aset) atau Sukuk Wakaf (berbasis donasi wakaf). Sumber Dana - Cash Waqf dari masyarakat. - Green Zakat dari Baznas/Lembaga Zakat. Manajemen Proyek Kemitraan dengan LSM lingkungan (WWF, Coral Triangle Initiative). Imbal Hasil Bagi hasil (nisbah) atau imbalan berbasis dampak lingkungan (impact return). Pengawasan Dewan Syariah Nasional dan auditor independen memastikan compliance dan transparansi. Kesimpulan Blue Waqf Framework menawarkan solusi berkelanjutan dengan memadukan instrumen keuangan syariah dan konservasi laut. Melalui Cash Waqf-Linked Sukuk dan Green Zakat, Indonesia dapat memulihkan terumbu karang sekaligus meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat pesisir. Implementasi ini membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, lembaga keuangan syariah, dan masyarakat. Referensi • Coral Triangle Initiative. (2023). The State of Coral Reefs in Southeast Asia. • NOAA. (2023). The Importance of Coral Reefs. • National Geographic. (2023). Lebih 30 Persen Terumbu Karang Pesisir Indonesia dalam Kondisi Buruk. • Ocean & Climate Platform. (2025). The Role of Oceans in Climate Resilience. • World Bank. (2023). Indonesia Marine and Coastal Ecosystems Management Report. • World Bank. (2024). Indonesia Coral Bond

Share:
Hayu Susilo Prabowo Prabowo

Inisiator EcoMasjid dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI